Selasa, 05 April 2016

DDC TERAKHIR TOTTI & LAHIRNYA (CALON) LEGENDA BARU


Romanisti di seluruh dunia terbelah menjadi dua. Setelah setengah musim Serie a 2015-2016 bergulir demi menyaksikan inkonsistensi Gladiator Roma di bawah arahan Rudi Garcia, Romanisti harus mengucapkan kata perpisahan kepada pelatih asal Perancis yang membawa AS Roma mampu menjadi runner-up liga dua musim berturut-turut, dan bereuni dengan salah satu pelatih kesayangan publik Olimpico, Luciano Spalletti. Prestasi Luciano Spalletti yang pernah menjadikan AS Roma salah satu klub yang disegani di dataran Eropa meskipun dengan materi skuad ala kadarnya membuat banyak Romanisti terbuai dan memimpikan reuni indah dengan pelatih yang terkenal dengan taktik false nine tersebut. Hal itu terbukti, dengan kemenangan 8 kali beruntun yang ditorehkan skuad Roma setelah dilatih oleh Mr. Spall. Namun, hasil tersebut dirasakan hambar oleh sebagian Romanisti karena keputusan kontroversial pelatih berkepala plontos itu mencadangkan The King of Rome, Francesco Totti meskipun ia sedang dalam kondisi fit.

Francesco Totti sudah dianggap Romanisti merupakan nyawa AS Roma. Julukan The King of Rome disematkan kepada pemilik nomor punggung 10 tersebut karena prestasi dan dedikasi yang diberikannya kepada AS Roma. No Totti No Party adalah jargon yang hampir selalu terlihat bukan hanya di stadion Olimpico saja, bahkan hampir di sudut-sudut kota Roma. Tidak mengherankan keputusan Spalletti mencadangkan Totti mendatangkan kemurkaan banyak pendukung Roma. Totti sudah dianggap sebagai Roma itu sendiri, begitu pula sebaliknya, Roma adalah Totti!

Kontroversi tersebut diperparah dengan pemberitaan dari media yang menyatakan bahwa ada konflik internal antara Sang Raja Roma dengan manajemen klub. Hasrat Totti untuk terus bermain sepak bola tidak didukung oleh manajemen Roma, tidak hanya jarang diturunkan di pertandingan Roma, bahkan untuk urusan kontrak sebagai pemain yang akan habis di tahun 2016 ini pun masih diperdebatkan. Manajemen mempertimbangkan usia Totti yang sudah mencapai angka 39 tahun tentu akan menjadi penghalang bagi kebugaran fisik sang pemain, belum lagi ketidakbersediaan Totti untuk sekedar penghangat bangku cadangan Roma. Manajemen dilanda kebingungan, sehingga membujuk Totti untuk menerima tawaran masuk jajaran manajemen klub dan memutuskan untuk menjadikan data statistik sebagai salah satu pertimbangan merekrut dan memperpanjang kontrak pemain. Totti berang dan menganggap manajemen sudah tidak menghormatinya dan dedikasi yang telah ia berikan kepada klub. Di sisi lain, pelatih juga tidak menjamin Totti akan menjadi pemain inti.

Pemberitaan-pemberitaan media yang berkembang semakin memanaskan suasana. Menjelang Derby Della Capitale (DDC) yang mempertemukan AS Roma dengan seteru abadi nya, SS Lazio, mulai beredar desas-desus bahwa ini akan menjadi DDC terakhir bagi Totti. Itu pun kalau ia diturunkan pelatih ke dalam lapangan. Sebagian Romanisti meyakini, bahwa pelatih akan memahami hal itu dan akan menurunkan kapten klub tersebut meskipun sebagai pemain pengganti untuk menghormati sang pemain. Terlebih tidak ada yang menjamin Totti masih akan berada di Olimpico musim depan.

Keyakinan akan diturunkannya Totti pada laga panas tersebut (4/4/2016) semakin menguat ketika Edin Dzeko berhasil menambah keunggulan AS Roma menjadi 0-2, sehingga klub berada di atas angin untuk meraih 3 poin. Totti pun mulai melakukan pemanasan di pinggir lapangan. Namun keputusan pelatih Roma berkata lain, masuknya Keita Balde dan Miroslav Klose di kubu Lazio membuat permainan Elang Biru semakin agresif dan cepat. Pertahanan Roma keteteran dan puncaknya ketika Parolo meneruskan bola sundulan Klose ke gawang Roma untuk memperkecil skor menjadi 1-2. Di kubu Roma, cederanya Nainggolan membuat lini tengah Roma tidak seimbang, sehingga pelatih memutuskan untuk memasukkan Iago Falque dan Ervin Zukanovic untuk memperkuat pertahanan dan berdampak habisnya kuota pergantian pemain. Kesempatan Totti bermain di DDC (yang digadang-gadang menjadi) terakhirnya pun pupus. Terlihat guratan kekecewaan di wajah Totti ketika disorot kamera, begitu pula dengan Romanisti yang memuja sang kapten.

Kesedihan Romanisti tidak selayaknya terjadi. Setidaknya Romanisti dapat menemukan satu hal yang berharga pada laga tersebut selain kemenangan mencolok dengan skor 1-4 atas rival sekota tersebut. Yakni lahirnya sang (calon) kapten dan (calon) legenda klub, Alessandro Florenzi, yang mencetak gol terakhir dengan gaya fenomenal namun familiar di memori pendukung AS Roma. Ya, gol yang dicetak Florenzi tersebut mengingatkan kepada gol-gol Totti di waktu muda. Gol yang dicetak oleh pemain kelahiran kota Roma tersebut dilakukan dengan memanfaatkan bola rebound dan kemudian melakukan tendangan keras mengarah ke sudut kanan gawang Lazio. Romanisti bersorak. Telah lahir Totti baru dalam diri Florenzi yang sepatutnya tidak membuat Romanisti bersedih kehilangan sang legenda, sebab akan lahir legenda-legenda baru klub yang akan membawa AS Roma Berjaya di masa depan. Romanisti patut berharap, Florenzi akan menjadi penerus tongkat estafet Totti dan De Rossi, yang sudah diwariskan oleh Gladiator-Gladiator Roma di masa lalu. Romanisti harus menyadari, bahwa seorang pemain punya masanya tersendiri, dan saat ini adalah masanya Florenzi (dan tentu saja De Rossi) menjadi simbol kegigihan bertarung ala Gladiator Roma.

Ahmad Rafuan

Tidak ada komentar: