Jumat, 29 November 2013

Tangga Menuju Puncak Kedamaian


 Sunrise di Gunung Lawu
Pemandangan Desa Beruk, Lereng Gunung Lawu
Hari keempat dalam program IYP kami berada di desa Beruk, Karanganyar. Desa Beruk merupakan sebuah desa yang berada di lereng gunung Lawu. Desa ini terletak di ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut, setengah dari puncak gunung Lawu yang memiliki ketinggian lebih dari 2.000 meter. Kami menginap di sebuah rumah kosong milik seorang mualaf asal Australia yang sekarang tinggal disana.

Kamis, 28 November 2013

Wisuda Dan Persinggahan Selanjutnya


Catatan Pinggiran Mahasiswa Akhir Yang Mencari Arah Tujuan

Foto di atas menggambarkan suasana wisuda ke-XXI STAIN Palangka Raya beberapa hari yang lalu. Suka cita menyelimuti orang-orang yang pada hari itu resmi menyandang status alumni perguruan tinggi. Tak ketinggalan kerabat turut senang atas pencapaian itu. Inilah ceremony yang terulang setiap tahunnya. Disambut dengan penuh keriangan seakan perjuangan telah usai. Padahal tidak! Justru ini adalah awal bagi kawan-kawan (atau kita semua) dalam menapak jejak baru menelusuri jalan kehidupan. Wisuda adalah awal perjuangan. Awal perjuangan untuk meneruskan pendidikan. Awal perjuangan untuk mencari pekerjaan. Atau awal perjuangan menuju kehidupan yang diimpikan. Wisuda bukanlah akhir perjuangan!

Rabu, 20 November 2013

Mencari Makna, Menjalin Kebersamaan


Peserta IYP berfoto bersama di depan Home Stay N53 UGM
Hari ketiga di Jogjakarta, sudah saatnya kami –peserta IYP- menjadi bangsa nomaden yang akan berpindah-pindah tempat. Pukul 8 pagi bis sudah siap mengantarkan kami ke beberapa tempat. Tujuan pertama kami adalah Sekolah Tinggi Agama Hindu Dharma (STAHD) di Klaten Jawa Tengah. Sebelum berangkat kami sempat mendiskusikan beberapa hal mengenai nasib Indonesia yang entah kenapa kemudian mengarah kepada pembahasan ajaran Hindu Dharma. Aku, Firman, dan Agus (penganut agama Hindu Dharma) berdiskusi secara santai diselingi guyonan-guyonan.

Senin, 18 November 2013

Perjalanan Untuk Mengenali dan Memahami


Peserta IYP berjalan menuju ICRS di gedung Pascasarjana UGM
Hari kedua di Jogja, aktifitas kami dalam program Interfaith Youth Pilgrimage dimulai. Pagi-pagi sekali kami berangkat dari home stay ke gedung pascasarjana UGM. Lingkungan pascasarjana UGM memiliki nilai arsitektur yang menarik. Saat memasuki lingkungan pascasarjana UGM kita akan disambut oleh sebuah jembatan yang menghubungkan dua sisi jalan yang dibelah oleh aliran sungai kecil -atau parit besar?-. Aku kurang ahli dalam menggambarkan betapa indahnya nilai-nilai arsitektur suatu tempat atau bangunan. Aku lebih condong menjadi seorang penikmat view yang indah dibandingkan pengamat atau pemerhati. Keindahan gedung pascasarjana UGM tentu tidak kami lewatkan begitu saja. Kami berfoto bersama di depan gedung tersebut.

Minggu, 17 November 2013

Memilih Menjadi Standar Atau Spesial ?


Hidup itu pilihan. Ingin sukses atau gagal itu pilihan. Tidak ada orang lain yang patut disalahkan atas kegagalan diri sendiri. Tidak ada yang berhak bertanggung jawab atas pilihan yang diambil selain diri sendiri. Orang yang gagal itu banyak. Sedangkan orang yang sukses itu sangat sedikit. Sekali lagi kita dituntut untuk memilih, menjadi gagal atau menjadi sukses. Tentu ada harga yang harus dibayar untuk menjadi sukses. Waktu, tenaga, dan pikiran harus menjadi korban agar meraih kesuksesan.

Senin, 11 November 2013

Perjalanan Untuk Menyayangi Keberagaman


Interfaith Youth Pilgrimage (IYP) secara harfiah berarti ziarah para pemuda antar agama. Dengan tema 10 hari perjalanan penuh makna, IYP mengambil latar tempat di Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, dan Magelang. Aku merupakan salah satu peserta IYP yang dilaksanakan oleh pemenang AEIF 2013, sebuah kompetisi social project yang diselenggarakan dan didanai oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat, bekerja sama dengan ICRS (International Consortium for Religious Studies) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan berbagai pihak lainnya. Total ada 28 pemuda dari berbagai daerah di Indonesia yang menjadi peserta IYP setelah melalui tahapan seleksi dari 129 pendaftar.

Minggu, 10 November 2013

Pengalaman Pertama di Kota Keraton


Tiba di bandara Adisutjipto pada siang hari, inilah pengalaman pertamaku ke Yogyakarta. Setiap yang pertama pasti akan menggairahkan. Sekilas, bandara Adisutjipto merupakan bandara yang tidak bisa dikatakan besar, namun sangat indah. Berada di daerah yang secara geografis tidak datar, bandara Adisutjipto dikelilingi oleh pegunungan-pegunungan menawan. Saat mendarat di bandara kita bisa melihat keindahan pegunungan yang ada di Yogyakarta. Turun dari pesawat aku akhirnya berpisah dari keluarga Chinese yang duduk bersebelahan denganku saat di dalam pesawat dari Jakarta menuju Yogyakarta. Aku sangat menyukai anak mereka yang berumur sekitar 2 tahunan. Dia sangat lucu dan cute XD. Kami sempat berkenalan -meskipun akhirnya aku tidak dapat mengingat nama mereka, khususnya anak kecil tersebut- dan ini juga adalah pengalaman pertama mereka menginjakan kaki di kota keraton. Berbeda denganku yang datang ke Yogyakarta dalam rangka mengikuti program IYP, sedangkan mereka hanya sekedar melancong.

Sabtu, 09 November 2013

Hampir 9 Bulan Vakum, Petualangan Kembali Dimulai


Sudah hampir 9 bulan sejak terakhir kali saya bepergian keluar dari pulau Kalimantan. Waktu yang cukup lama dan dapat membuat lupa akan nikmatnya bepergian jauh menggunakan pesawat terbang. Ya, bagi saya ada sensasi tersendiri ketika bepergian jauh via transportasi udara, apalagi jika gratis! Besok akan menjadi petualangan berikutnya menjelajah bumi ini. Semoga keselamatan selalu menyertai saya dan perjalanan tersebut akan membawa manfaat bagi saya dan orang lain.

Meskipun tidak bisa dikatakan sering, di usia yang masih cukup muda, 22 tahun, saya sudah beberapa kali melakukan perjalanan keluar pulau Kalimantan. Perjalanan tersebut saya lakukan dalam rangka berpartisipasi dalam sebuah kegiatan. Ibarat pepatah sekali kayuh dua tiga pulau terlampaui, momentum-momentum seperti ini kerap saya gunakan untuk menjelajah sebagian dari bumi Tuhan. Mumpung gratis, sebab perjalanan saya sebenarnya dibiayai oleh pihak lain atas keikutsertaan saya dalam beberapa kegiatan. Kesempatan ini tidak saya sia-siakan. Tugas saya berpartisipasi dalam kegiatan terlaksana, dan hobi saya melancong terpenuhi.

Pernah suatu ketika saat saya menghadiri rakernas ismahi (ikatan senat mahasiswa hukum Indonesia) di Jakarta selama 3 hari bersama satu orang teman saya. Kami sengaja memperpanjang masa kami di Jakarta hingga 5 hari. Artinya kami mempunyai 2 hari free untuk kami pergunakan berkeliling kota Jakarta. Tidak kurang dari setengah bagian Provinsi DKI Jakarta telah kami jelajahi selama 2 hari tersebut. Dengan modal seadanya -karena memang hitung-hitungan uang yang diberikan kepada kami hanya cukup untuk 3 hari di Jakarta- kami melihat banyak sudut kota Jakarta dengan menggunakan busway atau bahkan berjalan kaki! Mungkin bagi sebagian orang apa yang kami lakukan cukup nekat. Kami sengaja mengirit pengeluaran agar uang yang kami miliki -yang diberikan kepada kami- cukup untuk biaya hidup selama 5 hari di Jakarta.

Mungkin bagi orang yang memiliki banyak uang perkara pergi ke luar daerah sesering mungkin tidak menjadi masalah. Namun bagi mahasiswa seperti saya -yang bahkan untuk makan sehari saja kesulitan- bisa keluar Pulau Kalimantan dengan gratis adalah suatu anugrah. Mencari program atau kegiatan yang mau meng-cover seluruh biaya pesertanya adalah satu-satunya jalan. Atau kalau tidak, dengan mencari sponsor yang mau berbaik hati memberikan bantuan materi untuk berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan yang diadakan di luar Kalimantan. Salah satu yang paling amazing bagi saya tentu saat saya dapat berpartisipasi dalam program beasiswa kuliah di Amerika Serikat selama 2 bulan dengan gratis. Meskipun begitu, program-program lainnya yang pernah saya ikuti di beberapa pulau yang ada di Indonesia yang memberikan biaya penuh kepada saya juga tak kalah menarik. Termasuk program Interfaith Youth Pilgrimage yang besok akan saya ikuti selama 10 hari di Yogyakarta. Ah, bagi saya yang penting bisa melancong ke daerah lain dengan gratis sekaligus mengikuti kegiatan yang bermanfaat bagi saya dan orang lain. Sekali dayung, dua tiga pulau terlampaui.

Mahasiswa Palangka Raya Minim Kelompok Studi

Beberapa hari yang lalu saya sempat ditanya oleh seorang bapak yang baru menetap di Palangka Raya. Sebelumnya beliau tinggal di Sintang, Kalimantan Barat, hingga akhirnya pindah kerja ke Palangka Raya, Kalimantan Tengah. Kami mengobrol banyak hal mulai dari topik yang ringan hingga yang agak berat. Salah satu topik yang kami bahas, yang berawal dari pertanyaan beliau tentang minat para mahasiswa di Palangka Raya terhadap kelompok studi. Setelah berpikir sejenak, saya menjawab beliau bahwa -sepengetahuan saya- masih sangat sedikit adanya kelompok studi yang dilaksanakan oleh para mahasiswa. Khusus di kampus saya, bahkan jumlah kelompok studi mahasiswa bisa dihitung dengan jari. Hal ini cukup memprihatinkan, setidaknya itu yang beliau katakan. Sebab nalar kritis mahasiswa tidak jarang lahir dari kelompok-kelompok studi seperti ini. Dengan sedikitnya kelompok studi yang ada, mahasiswa akan kekurangan wadah untuk mengasah daya kritis mereka akan suatu hal.
Saya teringat akan perjuangan saya dahulu dengan beberapa teman saya dalam membentuk kelompok studi. Saat saya masih mahasiswa baru, saya dan beberapa teman saya sempat beberapa kali membuat kelompok studi. Ada berbagai macam kelompok studi yang sempat saya cetuskan dengan teman yang berbeda. Mulai dari kelompok studi ilmu falak, hukum, politik, karya ilmiah, dan bahkan kelompok studi bahasa arab. Namun semua bernasib sama, tidak ada yang bertahan lama. Alasannya pun tidak jauh berbeda, sangat sedikit mahasiswa yang berminat untuk bergabung dengan kelompok studi kami. Meskipun sempat berjalan selama beberapa saat, kebosanan melanda kami dengan anggota yang hanya itu-itu saja.
Kecenderungan mahasiswa sekarang, khususnya di kampus saya, adalah kupu-kupu alias kuliah pulang kuliah pulang. Bahkan untuk sekedar pergi ke perpustakaan saja sangat sulit. Saya cukup tau tentang hal ini sebab saya pernah bekerja paruh waktu di perpustakaan kampus saya selama satu tahun. Perpustakaan yang cukup megah dengan koleksi buku yang lumayan banyak, namun pengunjung khususnya mahasiswa sangat sedikit. Hanya pada saat-saat tertentulah, seperti mengerjakan tugas atau skripsi, mereka datang ke perpustakaan. Kondisi seperti inilah yang menjadi realita mahasiswa di beberapa perguruan tinggi di Palangka Raya. Minim kelompok studi, akhirnya minim generasi muda yang kritis.

Jumat, 01 November 2013

Pentingnya Pendidikan Anti Korupsi


Pasca reformasi, kasus-kasus korupsi silih berganti terungkap ke publik. Bukan hanya kasus korupsi yang terjadi pada masa pemerintahan orde baru, tapi juga kasus korupsi yang terjadi setelah reformasi. Yang terbaru adalah terungkapnya kasus korupsi pilkada Gunung Mas yang melibatkan Akil Mochtar, ketua Mahkamah Konstitusi. Kasus korupsi ini adalah yang terburuk dalam sejarah, sebab menyangkut lembaga sekaliber Mahkamah Konstitusi yang seharusnya menjadi penegak konstitusi.

Korupsi adalah penyakit yang seakan membudaya di Indonesia. Bukan hanya di pemerintahan, namun kasus korupsi dengan skala yang lebih kecil juga terjadi hampir di berbagai aspek kehidupan masyarakat. Korupsi terjadi disebabkan adanya keinginan dan kesempatan untuk korupsi. Keinginan berkaitan dengan etika dan akhlak masing-masing individu, sedangkan kesempatan menyangkut sistem. Untuk bebas dari korupsi, etika dan sistem harus dibangun secara simultan.

Perbaikan sistem birokrasi pemerintahan mutlak dibutuhkan saat ini. Hal ini menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Pengawasan terhadap sistem merupakan tanggung jawab bersama antara masyarakat dan badan pengawas yang dibentuk pemerintah. Sistem birokrasi yang bersih dan transparan akan meminimalisir kesempatan untuk korupsi.

Aspek lain yang juga menyebabkan terjadinya korupsi adalah keinginan untuk korupsi. Keinginan berkaitan dengan moral masing-masing individu. Disinilah letak pentingnya pendidikan anti korupsi ditanamkan sejak dini. Nilai-nilai anti korupsi diajarkan mulai dari lingkungan keluarga dan tempat tinggal. Kemudian pendidikan anti korupsi diajarkan di setiap jenjang pendidikan dengan metode character building atau pendidikan karakter. Dengan pendidikan anti korupsi akan lahir generasi-generasi muda calon pemimpin masa depan yang memiliki jiwa anti korupsi dan berintegritas.

Sudah selayaknya pemerintah menjadikan pendidikan anti korupsi sebagai pendidikan wajib yang diajarkan di seluruh sekolah dan perguruan tinggi di Indonesia. Menteri Pendidikan dapat menyusun kurikulum yang mengakomodasinya. Hal ini sangat penting dan mendesak mengingat sudah seringnya kasus korupsi yang terungkap di Indonesia. 

Perbaikan sistem birokrasi pemerintahan dan pendidikan anti korupsi merupakan dua hal yang sangat ampuh dalam memberantas korupsi. Dengan adanya dua usaha tersebut yang dilakukan berkesinambungan maka masa depan Indonesia akan bebas dari korupsi. Korupsi adalah parasit bagi Indonesia, dan Indonesia akan lebih maju tanpa korupsi.

Tulisan di atas merupakan tulisan yang saya buat dan saya ikutkan sebagai karangan argumentatif, kelas penelitian dosen bahasa Indonesia di kampus saya.
Bantu juga tandatangani petisi saya, untuk mendukung berlakunya pendidikan anti korupsi di seluruh jenjang pendidikan. Petisi ini juga sbeagai syarat seleksi menjadi Calon Anggota Parlemen Muda Indonesia perwakilan Kalimantan Tengah. Klik link ini https://www.change.org/id/petisi/gubernur-dan-dinas-pendidikan-provinsi-kalimantan-tengah-wajibkan-setiap-sekolah-dan-perguruan-tinggi-ajarkan-pelajaran-anti-korupsi-dan-integritas dan klik tandatangani