Selasa, 23 April 2013

Keunggulan Dan Keistimewaan Hukum Islam


Oleh Ahmad Rafuan
April 2013

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
            Dalam teori kontrak sosial, Plato menggambarkan hubungan erat antara penguasa dan masyarakat. Penguasa bertugas untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Tapi sesungguhnya penguasa tidak mampu berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan dan keteraturan dari masyarakat itu sendiri. Keteraturan disini memerlukan sebuah nilai-nilai yang disepakati bersama, yakni hukum. Setiap ada masyarakat maka bisa dipastikan akan ada hukum yang hidup disana.
            Hukum berbeda-beda jenisnya. Ada hukum murni hasil olah pikir manusia ada juga hukum yang bersumber dari wahyu Tuhan. Tapi dari semua itu tetap saja hukum bertujuan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, memberikan keadilan, dan menimbulkan keteraturan. Salah satu hukum yang bersumber dari wahyu adalah hukum Islam. Kaidah dan nilai-nilai hukum bersumber langsung dari firman Tuhan dan sabda utusan-Nya. Dalam hal ini sumber hukum adalah Al Qur’an dan Hadits.
            Meskipun sumber hukum Islam telah hadir lebih dari 14 abad yang lalu, tapi tetap saja nilai-nilai yang terkandung bersifat universal dan tidak lekang oleh waktu dan tempat. Ia tetap relevan untuk diaplikasikan kapan pun dan dimana pun. Itulah keunggulan dan keistimewaan hukum Islam dibanding hukum-hukum lainnya.
            Di dalam makalah ini akan dibahas beberapa hal berkenaan dengan keunggulan dan keistimewaan hukum Islam. Tidak lupa akan disebutkan tujuan dari hukum Islam itu sendiri. Dan juga di dalam makalah ini akan sedikit dijelaskan mengenai kedinamisan hukum Islam dalam memenuhi tuntutan zaman.

B.     Rumusan Masalah
1.      Bagaimanakah keunggulan dan keistimewaan hukum Islam?
2.      Bagaimanakah tujuan hukum Islam?
3.      Bagaimanakah dinamika hukum Islam?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Memahami keunggulan dan keistimewaan hukum Islam
2.      Memahami tujuan hukum Islam
3.      Mengetahui dinamika hukum Islam

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Keunggulan dan Keistimewaan Hukum Islam
            Hukum Islam adalah hukum yang sempurna dan universal. Hukum Islam memiliki banyak keunggulan dan keistimewaan. Keunggulan dan keistimewaan hukum Islam terletak pada sifatnya yang dapat memenuhi hajat hidup banyak orang serta menjamin ketenangan dan kebahagiaan masyarakat. Aplikasi hukum Islam secara kaffah[1] tentu benar-benar dapat membentuk suatu komunitas yang ideal dan teratur atas dasar keadilan, keteguhan, dan kehidupan yang baik serta kemajuan yang utama.
            Keunggulan dan keistimewaan hukum Islam tergambar dari karakteristiknya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Hasbi Ash Shiddieqy di dalam bukunya Falsafah Hukum Islam, yang terdiri atas tiga aspek yaitu takamul, wasathiyah dan harakah.[2]
1.      Takamul
Takamul berarti utuh, sempurna, bulat dan tuntas. Meskipun waktu terus berjalan dan berganti hukum Islam tetap cocok untuk diterapkan. Hukum Islam sudah sempurna dan sudah lengkap untuk mengatur kehidupan manusia. Tidak ada kesempatan lagi untuk membongkar pasang hukum Islam agar relevan dengan perkembangan zaman.[3]
2.      Wasathiyah
Wasathiyah berarti keseimbangan atau harmoni. Hukum Islam menginginkan keseimbangan tidak terlalu berat ke kanan maupun ke kiri. Keseimbangan itu tergambar dari keselarasan antara kenyataan atau fakta dan ideal dari cita-cita. Islam sangat melarang sesuatu yang berlebihan.[4]
3.      Harakah
Harakah berarti pergerakan, dinamis, dan berkembang. Harakah adalah kedinamisan yang selalu menyesuaikan dengan tuntutan. Hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan berkembang, mempunyai daya hidup, serta dinamis sehingga selalu  relevan dengan tuntutan zaman. Hukum Islam terpencar dari sumber yang luas dan dalam, sehingga dapat berlaku sepanjang masa. Al Qur’an dan Hadits adalah sumber hukum Islam yang memuat seluruh nilai-nilai kehidupan secara universal. Melalui penggalian hukum dari sumbernya maka hukum Islam selalu terpelihara dalam memenuhi hajat hidup manusia.
            Hukum Islam merupakan nilai-nilai universal yang menuntun manusia kepada kemaslahatan hidup.  Keunggulan dan keistimewaan hukum Islam antara lain:[5]
1.      Hukum Islam menginginkan kemudahan dan jauh dari kesulitan serta kesempitan. Hukum Islam dapat berjalan seiring dengan fitrah manusia.[6]
2.     Hukum Islam sesuai dengan akal dan logika yang benar. Namun perlu diingat bahwasanya akal dan logika sangat tipis perbedaannya dengan hawa nafsu. Padahal hukum Islam sangat tidak mentolerir terhadap hawa nafsu yang berlebihan. Islam menginginkan keteraturan tapi juga mengutamakan kemudahan. Ibnu Qayyim berkata dalam Ath Thuruqul Hukmiyah, yang penulis kutip dari buku Hasbi Ash Shiddieqy,
      “Allah dan Rasul-Nya tidak menetapkan sesuatu hukum yang diyakini kebatalannya baik pada panca indera maupun ada akal (logika) maka amat jauh Allah daripada yang demikian. Maka sesungguhnya tak ada hukum yang lebih baik daripada hukum Allah dan tidak ada yang lebih adil. Dan Allah tidak menetapkan suatu hukum yang akal mengatakan terhadapnya alangkah lebih baik Allah tidak menetapkan hukum yang sedemikian itu. Sebenarnya hukum-hukum Allah semuanya adalah hukum-hukum yang diakui oleh akal dan nadhar tentang kebaikannya dan terjadinya hukum itu dengan cara yang paling sempurna dan sebaik-baiknya dan bahwa hukum itulah yang layak di tempat itu bukan selainnya.”[7]
3.    Hukum Islam bertujuan untuk menimbulkan kemaslahatan serta mewujudkan keadilan yang mutlak.
4.      Hukum Islam menginginkan keseimbangan. Keseimbangan disini ialah antara fakta dan idealnya teori, antara jiwa dan tubuh, serta keseimbangan dalam segala aspek kehidupan.
5.     Hukum Islam tidak menganakemaskan seorang pun. Tidak ada perbedaan perlakuan hukum terhadap seluruh manusia. Hukum Islam tetap berlaku kepada semua mukallaf tanpa adanya perbedaan.
6.      Segala perbuatan dikaitkan dengan niat dan motivasinya. Keikhlasan dalam menjalankan perintah agama adalah kemutlakan. Hal yang percuma apabila melakukan sesuatu namun jauh di lubuk hatinya ia menolaknya. Hal ini telah digambarkan oleh suatu kaidah الأمور بمقاصدها  yang artinya segala perkara tergantung dari niatnya.[8]
7.     Di samping hukuman-hukuman yang telah ditetapkan hukum Islam juga memperkenalkan hukuman takzir. Hukuman takzir ialah hukuman yang bersifat mendidik dan menjerakan. Jenis hukuman takzir ditentukan oleh penguasa maupun hakim yang berwenang yang dapat disesuaikan dengan nilai-nilai setempat yang berkembang.
8.     Menghargai kemerdekaan berpikir dan berijtihad. Tidak ada pengekangan untuk berpikir di dalam Islam, malah dianjurkan untuk selalu melibatkan akal yang mendalam dalam menilai segala sesuatu. Peran akal sangat signifikan dan tidak dapat diabaikan. Dalam Islam agama dan akal seolah bersaudara atau senantiasa menjalin persaudaraan. Akal dapat memperjelas wahyu. Akal bersama dengan hati nurani dapat menjadi kerja sama yang dahsyat untuk memahami maksud Wahyu.[9]
9.     Peningkatan derajat bagi perempuan. Hukum Islam menempatkan perempuan pada derajat yang terhormat dan proporsional.
10.  Berkeadilan bukan hanya kepada umat Islam tapi juga kepada non-muslim. Hal ini dicirikan dengan sifat rahmatan lil ‘alamin yakni rahmat bagi semesta alam, bukan hanya bagi umat Islam saja. Hukum Islam juga memperhatikan kehidupan di luar kehidupan manusia, seperti alam dan segala isinya.
11.  Hukum Islam bersifat sistematis. Doktrin-doktrin yang terkandung di dalam Islam selalu berhubungan satu sama lain. Sebagai contoh perintah mencari rezeki diiringi dengan larangan mencarinya dengan cara yang zhalim.[10]
B.     Tujuan Hukum Islam
            Secara umum hukum Islam bertujuan untuk memberikan kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan ini dirumuskan dengan mengambil yang bermanfaat dan menolak yang mudarat. Dengan kata lain, hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia. Bahkan Dr. Abu Yasid di dalam bukunya menyatakan bahwa Hukum Tuhan berorientasi pada kemaslahatan.[11] Pada dasarnya hukum Islam memelihara lima pilar dasar kehidupan, yakni agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.[12] Lima pilar ini dikenal dengan sebutan maqashid asy syari’ah.[13]
            Pemeliharaan agama merupakan tujuan utama hukum Islam. Agama merupakan pedoman hidup manusia. Selain masalah akidah agama juga menjelaskan mengenai syari’ah yaitu jalan hidup seorang muslim baik untuk berhubungan dengan Tuhannya maupun dengan sesama manusia lainnya bahkan dengan alam semesta dan isinya.
            Pemeliharaan jiwa adalah tujuan selanjutnya dari hukum Islam. Hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Oleh sebab itu manusia dilarang membunuh sesamanya tanpa alasan yang yang benar.
            Pemeliharaan akal sangat penting. Hukum Islam sangat memperhatikan mengenai masalah ini. Dengan akal manusia mampu memahami tentang Wahyu. Dengan akal manusia mampu memahami tentang kehidupannya. Dengan akal manusia mampu mengembangkan teknologi. Tanpa akal manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam. Hukum Islam melarang keras kepada setiap usaha yang dapat merusak akal.
            Pemeliharaan keturunan sangat diperhatikan oleh agama. Kemurnian darah dan kebaikan keturunan dituntut demi kemaslahatan kelanjutan berkehidupan. Hal ini karena banyak hukum di dalam Islam yang berkaitan dengan masalah keturunan, seperti masalah waris, perwalian, perkawinan dan yang lainnya. Bahkan mengenai hal ini, banyak sekali dalil-dalil yang mengaturnya secara lebih rinci. Sehingga hal tersebut menuntut adanya kejelasan status dan kebaikan kualitas keturunan. Hukum Islam sangat melarang setiap perbuatan yang dapat merusak kualitas dan kebaikan keturunan.
            Harta adalah sarana manusia untuk melangsungkan kehidupannya. Di sisi lain harta adalah jerih payah manusia dan hak individu mereka. Pemeliharaan terhadap harta sangat ditekankan oleh Islam. Oleh sebab itu hukum Islam melindungi kepentingan harta manusia dari adanya pelanggaran-pelanggaran maupun kejahatan terhadapnya.
C.    Dinamika Hukum Islam
            Sebagai sebuah hukum yang sempurna dan istimewa tentu saja dituntut adanya kedinamisan dalam rangka memenuhi hajat hidup manusia yang selalu berkembang sesuai zaman. Begitu pula hukum Islam. Hukum Islam tidak terbatas oleh tempat dan waktu.[14] Hukum Islam senantiasa dapat dipraktekkan kapan pun dan dimana pun. Meskipun hukum Islam dinyatakan sudah lengkap dan sempurna bukan berarti ia menjadi kaku. Kelengkapan dan kesempurnaan disini diartikan sebagai sebuah kumpulan nilai-nilai. Sehingga apapun masalah baru yang ditemui dapat diselesaikan oleh hukum Islam melalui kedinamisannya yang mengacu pada nilai-nilai universal yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an dan Hadits. Disinilah ijtihad memegang peranan penting dalam merekondisikan hukum Islam. Ijtihad memberikan hasil kongkrit dari kaidah-kaidah yang ada di dalam wahyu.[15]
            Abdul Wahhab Khallaf, yang penulis kutip dari buku Dedi Ismatullah, mengatakan kesempurnaan hukum Islam ialah ia diturunkan dalam bentuk umum dan global. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan ruang pada ijtihad dalam menyikapi permalasahan baru yang akan muncul nantinya. Islam hanya memberikan kaidah dan patokan dasar umum yang berisikan nilai-nilai universal.[16] Inilah yang menyebabkan hukum Islam itu dinamis di tengah kesempurnaan dan kelengkapannya.



BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
            Hukum Islam adalah hukum yang sempurna dan universal. Hukum Islam memiliki banyak keunggulan dan keistimewaan. Keunggulan dan keistimewaan tersebut tergambar dari karakteristik hukum Islam yang takamul (sempurna), wasathiyah (seimbang) dan harakah (dinamis).
            Secara umum hukum Islam bertujuan untuk memberikan kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan ini dirumuskan dengan mengambil yang bermanfaat dan menolak yang mudarat. Dengan kata lain, hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia. Pada dasarnya hukum Islam memelihara lima pilar dasar kehidupan, yakni agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
            Sebagai sebuah hukum yang sempurna dan istimewa tentu saja dituntut adanya kedinamisan dalam rangka memenuhi hajat hidup manusia yang selalu berkembang sesuai zaman. Begitu pula hukum Islam. Hukum Islam tidak terbatas oleh tempat dan waktu. Hukum Islam senantiasa dapat dipraktekkan kapan pun dan dimana pun. Meskipun hukum Islam dinyatakan sudah lengkap dan sempurna bukan berarti ia menjadi kaku. Kelengkapan dan kesempurnaan disini diartikan sebagai sebuah kumpulan nilai-nilai. Sehingga apapun masalah baru yang ditemui dapat diselesaikan oleh hukum Islam melalui kedinamisannya yang mengacu pada nilai-nilai universal yang telah ditetapkan oleh Al Qur’an dan Hadits. Disinilah ijtihad memegang peranan penting dalam merekondisikan hukum Islam. Ijtihad memberikan hasil kongkrit dari kaidah-kaidah yang ada di dalam wahyu.





DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Al Karim dan Terjemahnya Departemen Agama RI, Semarang: Karya Toha Putra, 1995.
Al Qur’an Al Karim, Jakarta: Embun Publishing, 2009.
Ali, Mohammad Daud, Hukum Islam, cet. XVII, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
As Saayis, Syekh Muhammad Ali, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh, Jakarta:           RajaGrafindo Persada, 1995.
Ash Shiddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, Falsafah Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.
Djamil, Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, cet. III, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999.
Djazuli, A., Kaidah-Kaidah Fikih, cet. II, Jakarta: Kencana, 2007.
Ismatullah, Dedi, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Masud, Muhammad Khalid, Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pustaka, 1996.
Yasid, Abu, Nalar & Wahyu, Jakarta: Erlangga, 2007.




                [1]Sempurna atau menyeluruh.
                [2]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001, h. 91.
                [3]Hal ini selaras dengan firman Allah dalam surah Al Maidah ayat 3,
اليَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عليكم نِعْمَتِي ورَضِيتُ لكمُ الاِسْلاَمَ دِينًا
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam itu jadi agama bagimu”
                [4]Allah berfirman dalam surah An Nisa ayat 129 dan surah Al Furqan ayat 67,
فَلاَ تَمِيْلُو كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
Artinya: “karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung”
والذينَ اِذآ اَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكاَنَ بَيْنَ ذالكَ قَوَامًا
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta) mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”
                [5]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah…, h. 106-141.
                [6]Allah berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 185,
يُرِيْدُ اللهُ بِكُمُ اْليُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ اْلعُسْرَ
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu”
                [7]Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Falsafah…, h. 109.
                [8]A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, cet. II, Jakarta: Kencana, 2007, h. 34.
                [9]Dedi Ismatullah, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011, h. 121-124.
                [10]Ibid., h. 53.
                [11]Abu Yasid, Nalar & Wahyu, Jakarta: Erlangga, 2007, h. 147.
                [12]Mohammad Daud Ali, Hukum Islam, cet. XVII, Jakarta: Rajawali Pers, 2012, h. 61.
                [13]Muhammad Khalid Masud, Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pustaka, 1996, h. 239.
                [14]Fathurrahman Djamil, Filsafat Hukum Islam, cet. III, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 39.
                [15]Syekh Muhammad Ali As Saayis, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995, h. 116.
                [16]Dedi Ismatullah, Sejarah…, h. 52.

1 komentar:

ridwannet mengatakan...

terimakasih bang sangat membantu