Oleh Ahmad Rafuan
April 2013
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam teori kontrak sosial, Plato
menggambarkan hubungan erat antara penguasa dan masyarakat. Penguasa bertugas
untuk memenuhi hajat hidup orang banyak. Tapi sesungguhnya penguasa tidak mampu
berbuat apa-apa tanpa adanya bantuan dan keteraturan dari masyarakat itu
sendiri. Keteraturan disini memerlukan sebuah nilai-nilai yang disepakati
bersama, yakni hukum. Setiap ada masyarakat maka bisa dipastikan akan ada hukum
yang hidup disana.
Hukum berbeda-beda jenisnya. Ada
hukum murni hasil olah pikir manusia ada juga hukum yang bersumber dari wahyu
Tuhan. Tapi dari semua itu tetap saja hukum bertujuan untuk memenuhi hajat
hidup orang banyak, memberikan keadilan, dan menimbulkan keteraturan. Salah
satu hukum yang bersumber dari wahyu adalah hukum Islam. Kaidah dan nilai-nilai
hukum bersumber langsung dari firman Tuhan dan sabda utusan-Nya. Dalam hal ini
sumber hukum adalah Al Qur’an dan Hadits.
Meskipun sumber hukum Islam telah
hadir lebih dari 14 abad yang lalu, tapi tetap saja nilai-nilai yang terkandung
bersifat universal dan tidak lekang oleh waktu dan tempat. Ia tetap relevan
untuk diaplikasikan kapan pun dan dimana pun. Itulah keunggulan dan
keistimewaan hukum Islam dibanding hukum-hukum lainnya.
Di dalam makalah ini akan dibahas
beberapa hal berkenaan dengan keunggulan dan keistimewaan hukum Islam. Tidak
lupa akan disebutkan tujuan dari hukum Islam itu sendiri. Dan juga di dalam
makalah ini akan sedikit dijelaskan mengenai kedinamisan hukum Islam dalam
memenuhi tuntutan zaman.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
keunggulan dan keistimewaan hukum Islam?
2. Bagaimanakah
tujuan hukum Islam?
3. Bagaimanakah
dinamika hukum Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Memahami
keunggulan dan keistimewaan hukum Islam
2. Memahami
tujuan hukum Islam
3. Mengetahui
dinamika hukum Islam
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A. Keunggulan dan Keistimewaan Hukum Islam
Hukum Islam adalah hukum yang
sempurna dan universal. Hukum Islam memiliki banyak keunggulan dan
keistimewaan. Keunggulan dan keistimewaan hukum Islam terletak pada sifatnya
yang dapat memenuhi hajat hidup banyak orang serta menjamin ketenangan dan
kebahagiaan masyarakat. Aplikasi hukum Islam secara kaffah[1]
tentu benar-benar dapat membentuk suatu komunitas yang ideal dan teratur atas
dasar keadilan, keteguhan, dan kehidupan yang baik serta kemajuan yang utama.
Keunggulan dan keistimewaan hukum
Islam tergambar dari karakteristiknya, sebagaimana yang dijelaskan oleh Hasbi
Ash Shiddieqy di dalam bukunya Falsafah Hukum Islam, yang terdiri atas tiga
aspek yaitu takamul, wasathiyah dan harakah.[2]
1. Takamul
Takamul
berarti utuh, sempurna, bulat dan tuntas. Meskipun waktu terus berjalan dan
berganti hukum Islam tetap cocok untuk diterapkan. Hukum Islam sudah sempurna
dan sudah lengkap untuk mengatur kehidupan manusia. Tidak ada kesempatan lagi
untuk membongkar pasang hukum Islam agar relevan dengan perkembangan zaman.[3]
2. Wasathiyah
Wasathiyah
berarti keseimbangan atau harmoni. Hukum Islam menginginkan keseimbangan tidak
terlalu berat ke kanan maupun ke kiri. Keseimbangan itu tergambar dari
keselarasan antara kenyataan atau fakta dan ideal dari cita-cita. Islam sangat
melarang sesuatu yang berlebihan.[4]
3. Harakah
Harakah berarti
pergerakan, dinamis, dan berkembang. Harakah adalah kedinamisan yang selalu
menyesuaikan dengan tuntutan. Hukum Islam mempunyai kemampuan bergerak dan
berkembang, mempunyai daya hidup, serta dinamis sehingga selalu relevan dengan tuntutan zaman. Hukum Islam
terpencar dari sumber yang luas dan dalam, sehingga dapat berlaku sepanjang
masa. Al Qur’an dan Hadits adalah sumber hukum Islam yang memuat seluruh nilai-nilai
kehidupan secara universal. Melalui penggalian hukum dari sumbernya maka hukum
Islam selalu terpelihara dalam memenuhi hajat hidup manusia.
Hukum Islam merupakan nilai-nilai
universal yang menuntun manusia kepada kemaslahatan hidup. Keunggulan dan keistimewaan hukum Islam
antara lain:[5]
1. Hukum
Islam menginginkan kemudahan dan jauh dari kesulitan serta kesempitan. Hukum
Islam dapat berjalan seiring dengan fitrah manusia.[6]
2. Hukum
Islam sesuai dengan akal dan logika yang benar. Namun perlu diingat bahwasanya
akal dan logika sangat tipis perbedaannya dengan hawa nafsu. Padahal hukum
Islam sangat tidak mentolerir terhadap hawa nafsu yang berlebihan. Islam
menginginkan keteraturan tapi juga mengutamakan kemudahan. Ibnu Qayyim berkata
dalam Ath Thuruqul Hukmiyah, yang penulis kutip dari buku Hasbi Ash Shiddieqy,
“Allah
dan Rasul-Nya tidak menetapkan sesuatu hukum yang diyakini kebatalannya baik pada panca indera
maupun ada akal (logika) maka amat jauh Allah
daripada yang demikian. Maka sesungguhnya tak ada hukum yang lebih baik daripada hukum Allah dan tidak
ada yang lebih adil. Dan Allah tidak menetapkan
suatu hukum yang akal mengatakan terhadapnya alangkah lebih baik Allah tidak menetapkan hukum yang
sedemikian itu. Sebenarnya hukum-hukum Allah
semuanya adalah hukum-hukum yang diakui oleh akal dan nadhar tentang kebaikannya dan terjadinya hukum itu
dengan cara yang paling sempurna dan sebaik-baiknya
dan bahwa hukum itulah yang layak di tempat itu bukan selainnya.”[7]
3. Hukum
Islam bertujuan untuk menimbulkan kemaslahatan serta mewujudkan keadilan yang
mutlak.
4. Hukum
Islam menginginkan keseimbangan. Keseimbangan disini ialah antara fakta dan
idealnya teori, antara jiwa dan tubuh, serta keseimbangan dalam segala aspek
kehidupan.
5. Hukum
Islam tidak menganakemaskan seorang pun. Tidak ada perbedaan perlakuan hukum
terhadap seluruh manusia. Hukum Islam tetap berlaku kepada semua mukallaf tanpa
adanya perbedaan.
6. Segala
perbuatan dikaitkan dengan niat dan motivasinya. Keikhlasan dalam menjalankan
perintah agama adalah kemutlakan. Hal yang percuma apabila melakukan sesuatu
namun jauh di lubuk hatinya ia menolaknya. Hal ini telah digambarkan oleh suatu
kaidah الأمور بمقاصدها yang artinya segala perkara
tergantung dari niatnya.[8]
7. Di
samping hukuman-hukuman yang telah ditetapkan hukum Islam juga memperkenalkan
hukuman takzir. Hukuman takzir ialah hukuman yang bersifat mendidik dan
menjerakan. Jenis hukuman takzir ditentukan oleh penguasa maupun hakim yang
berwenang yang dapat disesuaikan dengan nilai-nilai setempat yang berkembang.
8. Menghargai
kemerdekaan berpikir dan berijtihad. Tidak ada pengekangan untuk berpikir di
dalam Islam, malah dianjurkan untuk selalu melibatkan akal yang mendalam dalam menilai
segala sesuatu. Peran akal sangat signifikan dan tidak dapat diabaikan. Dalam
Islam agama dan akal seolah bersaudara atau senantiasa menjalin persaudaraan.
Akal dapat memperjelas wahyu. Akal bersama dengan hati nurani dapat menjadi
kerja sama yang dahsyat untuk memahami maksud Wahyu.[9]
9. Peningkatan
derajat bagi perempuan. Hukum Islam menempatkan perempuan pada derajat yang
terhormat dan proporsional.
10. Berkeadilan
bukan hanya kepada umat Islam tapi juga kepada non-muslim. Hal ini dicirikan
dengan sifat rahmatan lil ‘alamin yakni rahmat bagi semesta alam, bukan
hanya bagi umat Islam saja. Hukum Islam juga memperhatikan kehidupan di luar
kehidupan manusia, seperti alam dan segala isinya.
11. Hukum
Islam bersifat sistematis. Doktrin-doktrin yang terkandung di dalam Islam
selalu berhubungan satu sama lain. Sebagai contoh perintah mencari rezeki
diiringi dengan larangan mencarinya dengan cara yang zhalim.[10]
B. Tujuan Hukum Islam
Secara umum hukum Islam bertujuan
untuk memberikan kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan ini
dirumuskan dengan mengambil yang bermanfaat dan menolak yang mudarat. Dengan
kata lain, hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia. Bahkan Dr. Abu Yasid
di dalam bukunya menyatakan bahwa Hukum Tuhan berorientasi pada kemaslahatan.[11] Pada
dasarnya hukum Islam memelihara lima pilar dasar kehidupan, yakni agama, jiwa,
akal, keturunan, dan harta.[12]
Lima pilar ini dikenal dengan sebutan maqashid asy syari’ah.[13]
Pemeliharaan agama merupakan tujuan
utama hukum Islam. Agama merupakan pedoman hidup manusia. Selain masalah akidah
agama juga menjelaskan mengenai syari’ah yaitu jalan hidup seorang muslim baik
untuk berhubungan dengan Tuhannya maupun dengan sesama manusia lainnya bahkan
dengan alam semesta dan isinya.
Pemeliharaan jiwa adalah tujuan
selanjutnya dari hukum Islam. Hukum Islam wajib memelihara hak manusia untuk
hidup dan mempertahankan kehidupannya. Oleh sebab itu manusia dilarang membunuh
sesamanya tanpa alasan yang yang benar.
Pemeliharaan akal sangat penting.
Hukum Islam sangat memperhatikan mengenai masalah ini. Dengan akal manusia
mampu memahami tentang Wahyu. Dengan akal manusia mampu memahami tentang
kehidupannya. Dengan akal manusia mampu mengembangkan teknologi. Tanpa akal
manusia tidak mungkin pula menjadi pelaku dan pelaksana hukum Islam. Hukum
Islam melarang keras kepada setiap usaha yang dapat merusak akal.
Pemeliharaan keturunan sangat
diperhatikan oleh agama. Kemurnian darah dan kebaikan keturunan dituntut demi
kemaslahatan kelanjutan berkehidupan. Hal ini karena banyak hukum di dalam
Islam yang berkaitan dengan masalah keturunan, seperti masalah waris, perwalian,
perkawinan dan yang lainnya. Bahkan mengenai hal ini, banyak sekali dalil-dalil
yang mengaturnya secara lebih rinci. Sehingga hal tersebut menuntut adanya
kejelasan status dan kebaikan kualitas keturunan. Hukum Islam sangat melarang
setiap perbuatan yang dapat merusak kualitas dan kebaikan keturunan.
Harta adalah sarana manusia untuk
melangsungkan kehidupannya. Di sisi lain harta adalah jerih payah manusia dan
hak individu mereka. Pemeliharaan terhadap harta sangat ditekankan oleh Islam.
Oleh sebab itu hukum Islam melindungi kepentingan harta manusia dari adanya
pelanggaran-pelanggaran maupun kejahatan terhadapnya.
C. Dinamika Hukum Islam
Sebagai sebuah hukum yang sempurna
dan istimewa tentu saja dituntut adanya kedinamisan dalam rangka memenuhi hajat
hidup manusia yang selalu berkembang sesuai zaman. Begitu pula hukum Islam. Hukum
Islam tidak terbatas oleh tempat dan waktu.[14] Hukum
Islam senantiasa dapat dipraktekkan kapan pun dan dimana pun. Meskipun hukum
Islam dinyatakan sudah lengkap dan sempurna bukan berarti ia menjadi kaku.
Kelengkapan dan kesempurnaan disini diartikan sebagai sebuah kumpulan
nilai-nilai. Sehingga apapun masalah baru yang ditemui dapat diselesaikan oleh
hukum Islam melalui kedinamisannya yang mengacu pada nilai-nilai universal yang
telah ditetapkan oleh Al Qur’an dan Hadits. Disinilah ijtihad memegang peranan
penting dalam merekondisikan hukum Islam. Ijtihad memberikan hasil kongkrit
dari kaidah-kaidah yang ada di dalam wahyu.[15]
Abdul Wahhab Khallaf, yang penulis
kutip dari buku Dedi Ismatullah, mengatakan kesempurnaan hukum Islam ialah ia
diturunkan dalam bentuk umum dan global. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan
ruang pada ijtihad dalam menyikapi permalasahan baru yang akan muncul nantinya.
Islam hanya memberikan kaidah dan patokan dasar umum yang berisikan nilai-nilai
universal.[16]
Inilah yang menyebabkan hukum Islam itu dinamis di tengah kesempurnaan dan
kelengkapannya.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
PENUTUP
Kesimpulan
Hukum Islam adalah hukum yang
sempurna dan universal. Hukum Islam memiliki banyak keunggulan dan
keistimewaan. Keunggulan dan keistimewaan tersebut tergambar dari karakteristik
hukum Islam yang takamul (sempurna), wasathiyah (seimbang) dan harakah
(dinamis).
Secara umum hukum Islam bertujuan
untuk memberikan kebahagiaan manusia di dunia dan di akhirat. Kebahagiaan ini
dirumuskan dengan mengambil yang bermanfaat dan menolak yang mudarat. Dengan
kata lain, hukum Islam adalah untuk kemaslahatan manusia. Pada dasarnya hukum
Islam memelihara lima pilar dasar kehidupan, yakni agama, jiwa, akal,
keturunan, dan harta.
Sebagai sebuah hukum yang sempurna
dan istimewa tentu saja dituntut adanya kedinamisan dalam rangka memenuhi hajat
hidup manusia yang selalu berkembang sesuai zaman. Begitu pula hukum Islam.
Hukum Islam tidak terbatas oleh tempat dan waktu. Hukum Islam senantiasa dapat
dipraktekkan kapan pun dan dimana pun. Meskipun hukum Islam dinyatakan sudah
lengkap dan sempurna bukan berarti ia menjadi kaku. Kelengkapan dan
kesempurnaan disini diartikan sebagai sebuah kumpulan nilai-nilai. Sehingga
apapun masalah baru yang ditemui dapat diselesaikan oleh hukum Islam melalui
kedinamisannya yang mengacu pada nilai-nilai universal yang telah ditetapkan
oleh Al Qur’an dan Hadits. Disinilah ijtihad memegang peranan penting dalam
merekondisikan hukum Islam. Ijtihad memberikan hasil kongkrit dari
kaidah-kaidah yang ada di dalam wahyu.
DAFTAR
PUSTAKA
Al Qur’an Al Karim dan Terjemahnya
Departemen Agama RI,
Semarang: Karya Toha Putra, 1995.
Al
Qur’an Al Karim, Jakarta: Embun Publishing, 2009.
Ali,
Mohammad Daud, Hukum Islam, cet. XVII, Jakarta: Rajawali Pers, 2012.
As Saayis, Syekh
Muhammad Ali, Pertumbuhan dan Perkembangan Hukum Fiqh, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995.
Ash Shiddieqy,
Teungku Muhammad Hasbi, Falsafah Hukum Islam, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2001.
Djamil,
Fathurrahman, Filsafat Hukum Islam, cet. III, Jakarta: Logos Wacana
Ilmu, 1999.
Djazuli,
A., Kaidah-Kaidah Fikih, cet. II, Jakarta: Kencana, 2007.
Ismatullah,
Dedi, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia, 2011.
Masud,
Muhammad Khalid, Filsafat Hukum Islam, Bandung: Pustaka, 1996.
Yasid,
Abu, Nalar & Wahyu, Jakarta: Erlangga, 2007.
اليَوْمَ اَكْمَلْتُ
لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عليكم نِعْمَتِي ورَضِيتُ لكمُ الاِسْلاَمَ دِينًا
Artinya: “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk
kamu agamamu, dan telah Kucukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Kuridhai Islam
itu jadi agama bagimu”
فَلاَ تَمِيْلُو
كُلَّ الْمَيْلِ فَتَذَرُوهَا كَالْمُعَلَّقَةِ
Artinya: “karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung”
والذينَ اِذآ
اَنْفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكاَنَ بَيْنَ ذالكَ قَوَامًا
Artinya: “Dan orang-orang yang apabila membelanjakan
(harta) mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir, dan adalah
(pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara yang demikian”
يُرِيْدُ اللهُ
بِكُمُ اْليُسْرَ وَلاَ يُرِيْدُ بِكُمُ اْلعُسْرَ
Artinya: “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu”
1 komentar:
terimakasih bang sangat membantu
Posting Komentar