Minggu, 21 April 2013

Polemik Ujian Nasional Sebagai Penentu Kelulusan


Oleh Ahmad Rafuan
21 April 2013

            Pekan Ujian Akhir Nasional bagi para pelajar sudah tiba. Lagi-lagi banyak cara yang ditempuh oleh generasi UN agar bisa berhasil dan dinyatakan lulus UN dengan nilai yang baik. Ada yang menggelar shalat hajat, meminta doa kepada para guru spiritual, ada yang mendatangi paranormal, dan tidak lupa belajar keras siang dan malam hingga lupa waktu. Tentu jauh hari sebelumnya mereka juga mengikuti les tambahan berbagai mata pelajaran yang akan diujikan. Tujuannya hanya satu, lulus Ujian Nasional!

            Bagi pihak sekolah, Ujian Nasional juga salah satu bukti sahih akan perkembangan sekolah. Dengan semakin banyaknya siswa yang lulus tentu akan menaikkan rating akreditasi sekolah mereka. Dan ini akan berdampak semakin banyaknya peminat di tahun ajaran berikutnya. Tidak sedikit sekolah menyediakan les tambahan untuk para siswa agar lebih siap dalam menghadapi Ujian Nasional. Tujuannya hanya satu, seluruh siswanya lulus Ujian Nasional!
            Sedikit berbicara konteks lain yang berhubungan, praktek jual beli soal Ujian Nasional bukanlah isu baru di kalangan peserta didik maupun sekolah. Meskipun sudah banyak yang membantah isu ini, sebagai salah satu mantan generasi UN saya tahu persis bahwa hal ini memang pernah terjadi. Beberapa hari sebelum Ujian Nasional digelar, sudah ada beberapa pihak yang terlibat transaksi ini. Sehingga bocoran soal Ujian Nasional akan dijawab terlebih dahulu dan kemudian jawabannya akan disebarkan kepada para peserta ujian. Belum lagi tradisi contek-menyontek yang lazim ada pada para siswa. Kejujuran tergadaikan. Semua hal dilakukan hanya karena satu alasan, lulus Ujian Nasional!
            Di sisi lain, Ujian Akhir Nasional sebenarnya telah gagal sebagai acuan keberhasilan pendidikan di Indonesia. Namun pemerintah tetap saja membangga-banggakan proyek yang sarat akan nuansa politis ini. Dana puluhan miliar rupiah yang digelontorkan oleh pemerintah seolah terbuang percuma. Pendidikan di Indonesia yang menjadikan Ujian Nasional sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan memang berhasil meluluskan banyak siswa dari ujian tersebut. Namun sebatas itu, setelah berhasil memperoleh ijazah dan nilai yang baik para siswa kebingungan saat akan terjun ke masyarakat. Setiap hari mereka lalui dengan belajar dan belajar. Tapi tidak ada implikasi yang signifikan bagi lingkungan sekitar.
            Sebenarnya jika ingin membandingkan sistem pendidikan di dalam negeri dengan sistem pendidikan di luar negeri, akan ditemukan perbandingan yang ironis. Finlandia yang dinobatkan sebagai negara dengan sistem pendidikan dasar terbaik di seluruh dunia ternyata tidak menjadikan Ujian Nasional sebagai tolak ukur keberhasilan pendidikan. Bahkan disana sama sekali tidak ada Ujian Akhir skala Nasional yang diberlakukan sebagai syarat kelulusan siswa. Pun Amerika dan banyak negara lainnya.
            Namun anehnya pemerintah tetap keukeuh mempertahankan Ujian Nasional sebagai syarat kelulusan bagi pelajar di seluruh Indonesia. Gelombang protes yang senantiasa datang baik dari kalangan pendidik maupun pelajar itu sendiri tidak berdampak apa-apa. Sudah sepatutnya pemerintah memperhatikan hal ini.Ujian Nasional memang layak untuk dihapuskan. Selain tidak berdampak positif bagi kemajuan pendidikan bangsa justru Ujian Nasional mengajarkan bangsa ini untuk berlaku tidak jujur.
            Penentuan kelulusan yang paling fair adalah keputusan dari masing-masing sekolah dengan rekomendasi dari para guru. Sebab guru selaku pendidik dan pengajar pasti tahu persis kelayakan anak muridnya untuk lulus atau tidak. Tidak lagi bersifat gambling seperti Ujian Nasional, dimana yang tidak layak pun dapat lulus bahkan dengan nilai yang tinggi.

Tidak ada komentar: