Minggu, 03 Agustus 2014

Eksplorasi Petualangan

Wisma Salib Putih, Wisma 7 Gunung yang Terletak di Dataran Tinggi
Aku bangun tidak terlalu pagi hari itu. Bahkan aku masih merasa cukup ngantuk sebab aku begadang pada malam harinya. Untuk mengatasinya aku mencoba mencuci muka berulang kali. Aku tidak boleh bermalas-malasan. Aku tidak boleh membuang-buang waktu di tempat seindah Wisma Salib Putih, tempat aku menginap, hanya dengan tidur-tiduran saja. Aku harus melakukan ritual rutinan seorang petualang ketika menjejakkan kaki di tempat baru, mengambil foto sebanyak-banyaknya. Terlebih sekarang aku berada di sebuah tempat yang sangat indah dan banyak dikunjungi orang, Wisma Salib Putih.

Ketika Bule Berbicara

Ketemu dengan “bule” adalah sebuah hal yang ditunggu-tunggu oleh beberapa orang, khususnya mahasiswa. Bule yang dimaksud disini bukan Buk Le atau Bulek, sebutan untuk ibu-ibu dalam bahasa Jawa, tapi bule yang dimaksud disini adalah orang asing baik laki-laki maupun perempuan. Pertemuan itu sering dijadikan momen percobaan para mahasiswa untuk mengasah kemahiran berbahasa asing, khususnya bahasa Inggris. Meskipun gak sedikit juga mahasiswa yang Cuma mau numpang eksis dengan ngajak para bule buat foto bareng. Namun ada hal yang harus diperhatikan oleh teman-teman jika suatu saat nanti ketemu dengan seorang “bule”. Jangan pernah meremehkan mereka hanya karena mereka “bule” boo. Maksud saya, jangan pernah sekali-kali berpikir kalo mereka gak ngerti bahasa Indonesia!!!

Cerita berikut ini akan membuka mata hati dan pikiran teman-teman akan bahayanya prejudice atau berprasangka kepada para “bule” kalo mereka gak paham bahasa Indonesia. Bahkan gak jarang, mereka jauh lebih mengerti “bahasa Indonesia” dibandingkan kita.

Pertengahan bulan April, saya dan teman-teman sedang berada di Bali dalam rangka melaksanakan sebuah kegiatan. Kebetulan pemateri pada kegiatan tersebut mayoritas merupakan “bule”. Dari 4 orang pemateri hanya 1 orang doang yang asli produk Indonesia, sisanya impor XD :P. Waktu itu saya dengan satu orang teman yang lain diminta untuk menjemput salah seorang pemateri di bandara, seorang bule blasteran Jepang, Cina, dan Singapura yang berasal dari Malaysia. Ketika sudah ketemu di bandara, si bule minta untuk singgah terlebih dahulu di restoran, katanya dia mulai lapar. Yah, waktu itu saya lupa bawa Snicker sih. Singkat cerita, waktu di restoran itu saya dan teman saya ngajak ngobrol bule itu make bahasa Inggris, yah sekalian mau ngasah-ngasah bahasa Inggris yang udah lama gak dipake. Dia pun juga meladeni obrolan kita dengan bahasa Inggris yang tentu saja lancar kayak berselancar di lantai es. Sesekali saya juga ngajak ngobrol teman saya tadi, tapi tentu saja make bahasa Indonesia. Apalagi ada beberapa obrolan yang sifatnya agak pribadi sehingga saya makenya bahasa Indonesia, dengan pikiran si bule gak bakal paham apa yang sedang diomongin, hahaha. Belum lagi si bule juga terkesan santai dan tidak memberikan perhatian ketika kami ngobrol pake bahasa Indonesia. Semakin menguatkan dugaan awal saya kalo si doi gak tau apa yang sedang kami omongin.

Eh tapi ternyata, setelah kami selesai makan kemudian menuju ke hotel dan tidak lama kemudian menuju ke lokasi pelaksanaan kegiatan, ada kejadian yang gak terduga dan bikin saya sempat mengutuki diri sendiri. Waktu itu, saya dan teman saya, bersama dengan si bule tersebut sedang menuju ke lokasi acara menggunakan mobil yang kami sewa beserta sopirnya. Dalam perjalanan si sopir mengambil jalan pintas melewati gang-gang kecil untuk memperpendek jarak tempuh. Saya dan teman saya sedang ngobrol dengan sopir mengenai jalan yang kami ambil tersebut, eh tiba-tiba si bule nyeletuk ngomong “yah, sesekali kita lewat jalan tikus ya”. Saya baru nyadar ternyata doi paham bahasa Indonesia, bahkan ngomong make kosa kata yang informal kayak “jalan tikus”. Duh, tak pelak saya mengutuki tindakan saya dan teman saya yang ngomongin beberapa hal bersifat pribadi ketika di bandara, meskipun make bahasa Indonesia.