Jumat, 13 Juni 2014

Ketinggalan Pesawat? Ya Sudahlah...

Bagi banyak orang, ketinggalan pesawat adalah momok yang menakutkan. Seperti efek domino, akan ada banyak hal mengecewakan yang datang secara sporadis. Rasa malu ketika bertanya kepada petugas maskapai, mencari jadwal penerbangan alternatif, membeli tiket baru, refund, menunggu sekian lama hingga penerbangan berikutnya, dan masih banyak hal lain yang harus dikerjakan dalam waktu yang singkat. Kondisi diburu waktu ditambah dengan perasaan yang tidak menentu membuat tingkat stress bahkan sampai mencapai tahap frustasi rentan ditemui.

Apapun alasan hingga kita bisa ketinggalan pesawat tidak akan berlaku. Menatap ke belakang harus diimbangi dengan pikiran jernih memperbaiki keadaan. Yang harus kita lakukan bukan menyesali keadaan, tapi bagaimana kita bisa mampu mencari alternatif lain agar kita masih bisa sampai ke tujuan. Ya, mencari solusi.

Hari ini adalah kali kedua saya mengalami ketinggalan pesawat. Setelah pengalaman pertama ketika harus ketinggalan penerbangan menuju Medan karena kurang perhitungan, kali ini saya kembali mengalami ketinggalan pesawat karena keadaan. Saya ingin bercerita sedikit mengenai kedua pengalaman saya tersebut.

Di akhir bulan Maret, saya harus terbang ke Medan untuk melanjutkan Roadshow Indonesian Youth Dialogue setelah sebelumnya dilaksanakan di Sentani, Makassar, dan Palangka Raya. Roadshow Indonesian Youth Dialogue adalah kegiatan yang diinisiasi oleh para alumni program SUSI RPA di Amerika Serikat. Tapi dalam perjalanan menuju ke Medan, saya harus merasakan pengalaman yang pahit. Mungkin bagi beberapa orang, pengalaman pertama ketinggalan pesawat sangat menjengkelkan dan sulit dilupakan. Penerbangan saya adalah dari Palangka Raya menuju Medan dengan terlebih dahulu transit di Jakarta. Karena ingin tiba di Medan dengan cepat, saat itu teman saya membelikan tiket pesawat dengan maskapai yang berbeda. Dari Palangka Raya menuju Jakarta saya menggunakan maskapai L*on Air, sedangkan dari Jakarta menuju Medan saya dibelikan tiket Cit*link. Tapi adalah kecerobohan dalam perhitungan ketika jarak waktu antara kedatangan saya di Jakarta dengan jadwal penerbangan saya ke Medan hanya berjarak 2 jam. Dan kecerobohan ini semakin dihakimi ketika penerbangan saya menuju Jakarta harus ditunda selama 2 jam karena adanya masalah teknis pesawat L*on Air yang saya tumpangi. Perasaan kalut, gelisah, bingung, pusing, dan tidak tahu harus berbuat apa menghampiri saya. Saya menghubungi banyak kolega di Jakarta, Medan, dan Palangka Raya. Setiap yang saya hubungi memberikan alternatif yang berbeda dan justru tidak menyelesaikan permasalahan. Belum lagi kondisi di Bandara Soekarno-Hatta yang terdapat banyak calo silih berganti mendatangi menawarkan hal-hal gila dan tidak masuk akal, seperti tiket ke Medan tapi dengan harga 1,7 juta atau 3 kali lipat dari harga asli. Setelah mencoba menenangkan diri sesaat, akhirnya saya putuskan untuk menghubungi teman di Jakarta dan minta dijemput untuk sekedar mencari tempat tidur satu malam serta mencari keramaian untuk melupakan permasalahan sejenak. Setelah pikiran cukup jernih, saya kembali berpikir dan memutuskan untuk tetap pergi ke Medan tapi dengan penerbangan baru besok harinya.

Pengalaman kedua adalah apa yang saya alami hari ini. Dengan jadwal penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Palangka Raya pada jam 8 malam, berarti saya sudah harus berangkat dari Bandung menuju Jakarta pada jam 2 siang. Sialnya, kegiatan yang saya ikuti di Bandung sedianya berakhir pada jam 12, tapi molor dan baru selesai pada jam 2 siang. Belum lagi travel yang saya hubungi sehari sebelumnya menelepon saya kembali dan menyatakan kalau dia tidak bisa mengantarkan saya menuju Jakarta pada siang hari itu, begitu pula rekannya sesama sopir travel. Saya langsung bergegas menuju kantor jasa angkutan umum Cipaganti di Bandung setelah kegiatan selesai dan memesan seat menuju Jakarta. Dan lebih sialnya lagi, saya kebagian jadwal keberangkatan Cipaganti pada jam 4 sore. Secara rasional penerbangan saya pada jam 8 malam tidak akan mungkin terkejar. Akhirnya saya pasrah dan tetap menuju Jakarta. Yang saya lakukan saat itu hanyalah berdoa supaya penerbangan menuju Palangka Raya ditunda hingga lebih dari 2 jam. Apa yang saya takutkan pun terjadi. Saya tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada jam 9 malam, dan setelah saya tanyakan dengan petugas L*on Air ternyata pesawat yang harusnya saya tumpangi menuju Palangka Raya malam ini berangkat tepat waktu. Mungkin doa yang saya rapalkan sendiri kalah dengan doa banyak penumpang lain yang berharap tidak terjadi penundaan penerbangan.

Tentu perasaan kalut, gelisah, pusing, dan bingung akan bercampur menjadi satu ketika mengalami ketertinggalan pesawat. Namun percayalah, mengutuki nasib tidak akan menyelesaikan masalah. Menerima kenyataan bahwa kita memang ketinggalan pesawat akan lebih membantu menenangkan pikiran. Jernihkan pikiran dan cari solusi alternatif. Membeli tiket baru dari calo justru bisa menimbulkan masalah baru, karena tiket dari calo biasanya memiliki nama yang berbeda dengan nama kita yang tertera di KTP, sehingga ini akan membuat tiket tersebut tidak berlaku dan uang kita menghilang. Hubungi petugas maskapai yang resmi dan tanyakan apakah ada solusi alternatif, penerbangan dengan jarak waktu terdekat dan harga yang rasional. Menunda penerbangan dengan alasan tertentu lebih masuk akal dibanding memaksa keadaan agar tetap bisa terbang secepat mungkin. Menghubungi banyak rekan untuk mencari solusi atau sekedar curhat juga tidak menyelesaikan masalah, malah kadang-kadang bisa membuat kita lebih pusing. Cari dan hubungi satu orang rekan yang kita anggap memang benar-benar mampu membantu kita mencari solusi terbaik, bukan yang justru ikut-ikutan menjadi heboh karena kita ketinggalan pesawat.

Satu hal yang penting adalah tetap ikhlas dan meyakini bahwa di balik semua itu pasti ada hikmahnya. Saya berpikir menyalahkan teman yang membelikan tiket pesawat saya menuju Medan tidak akan menyelesaikan masalah, serta mengutuki panitia kegiatan di Bandung yang menyebabkan molornya waktu pelatihan tidak akan memperbaiki keadaan. Justru kadang-kadang akan ada pengalaman menarik ketika kita bisa enjoy dan tetap optimis di tengah kekacauan seperti ini. Saya bisa berkunjung ke Batam karena saya ketinggalan pesawat menuju Medan, karena tiket baru yang saya beli merupakan perjalanan dari Jakarta menuju Medan dengan terlebih dahulu transit di Batam. Ini yang saya bilang sebagai pengalaman menarik yang tak terduga di balik peristiwa yang sempat pahit dan menjengkelkan.

Dengarkan kembali lagu Bondan Prakoso yang berjudul Ya Sudahlah. Ketika semua keinginan tidak bisa tercapai, Ya Sudahlah. Ketika keadaan justru tidak memihak kita, Ya Sudahlah. Mengutuki nasib dan keadaan tidak akan menyelesaikan masalah. Menerima dengan pasrah akan membuat hati lebih damai dan pikiran lebih jernih. Cari solusi alternatif yang terbaik. Dan ketinggalan pesawat??? Ya Sudahlah…

11 Juni 2014.

Di tengah keramaian malam yang tak pernah tidur, Bandara Soekarno-Hatta

Ahmad Rafuan.

Tidak ada komentar: