Bagi banyak orang, ketinggalan
pesawat adalah momok yang menakutkan. Seperti efek domino, akan ada banyak hal
mengecewakan yang datang secara sporadis. Rasa malu ketika bertanya kepada
petugas maskapai, mencari jadwal penerbangan alternatif, membeli tiket baru,
refund, menunggu sekian lama hingga penerbangan berikutnya, dan masih banyak
hal lain yang harus dikerjakan dalam waktu yang singkat. Kondisi diburu waktu
ditambah dengan perasaan yang tidak menentu membuat tingkat stress bahkan
sampai mencapai tahap frustasi rentan ditemui.
Apapun alasan hingga kita bisa
ketinggalan pesawat tidak akan berlaku. Menatap ke belakang harus diimbangi
dengan pikiran jernih memperbaiki keadaan. Yang harus kita lakukan bukan
menyesali keadaan, tapi bagaimana kita bisa mampu mencari alternatif lain agar
kita masih bisa sampai ke tujuan. Ya, mencari solusi.
Hari ini adalah kali kedua saya
mengalami ketinggalan pesawat. Setelah pengalaman pertama ketika harus
ketinggalan penerbangan menuju Medan karena kurang perhitungan, kali ini saya
kembali mengalami ketinggalan pesawat karena keadaan. Saya ingin bercerita sedikit
mengenai kedua pengalaman saya tersebut.
Di akhir bulan Maret, saya harus
terbang ke Medan untuk melanjutkan Roadshow Indonesian Youth Dialogue setelah
sebelumnya dilaksanakan di Sentani, Makassar, dan Palangka Raya. Roadshow
Indonesian Youth Dialogue adalah kegiatan yang diinisiasi oleh para alumni
program SUSI RPA di Amerika Serikat. Tapi dalam perjalanan menuju ke Medan, saya
harus merasakan pengalaman yang pahit. Mungkin bagi beberapa orang, pengalaman
pertama ketinggalan pesawat sangat menjengkelkan dan sulit dilupakan.
Penerbangan saya adalah dari Palangka Raya menuju Medan dengan terlebih dahulu
transit di Jakarta. Karena ingin tiba di Medan dengan cepat, saat itu teman
saya membelikan tiket pesawat dengan maskapai yang berbeda. Dari Palangka Raya
menuju Jakarta saya menggunakan maskapai L*on Air, sedangkan dari Jakarta
menuju Medan saya dibelikan tiket Cit*link. Tapi adalah kecerobohan dalam
perhitungan ketika jarak waktu antara kedatangan saya di Jakarta dengan jadwal
penerbangan saya ke Medan hanya berjarak 2 jam. Dan kecerobohan ini semakin
dihakimi ketika penerbangan saya menuju Jakarta harus ditunda selama 2 jam
karena adanya masalah teknis pesawat L*on Air yang saya tumpangi. Perasaan
kalut, gelisah, bingung, pusing, dan tidak tahu harus berbuat apa menghampiri
saya. Saya menghubungi banyak kolega di Jakarta, Medan, dan Palangka Raya.
Setiap yang saya hubungi memberikan alternatif yang berbeda dan justru tidak
menyelesaikan permasalahan. Belum lagi kondisi di Bandara Soekarno-Hatta yang
terdapat banyak calo silih berganti mendatangi menawarkan hal-hal gila dan
tidak masuk akal, seperti tiket ke Medan tapi dengan harga 1,7 juta atau 3 kali
lipat dari harga asli. Setelah mencoba menenangkan diri sesaat, akhirnya saya
putuskan untuk menghubungi teman di Jakarta dan minta dijemput untuk sekedar
mencari tempat tidur satu malam serta mencari keramaian untuk melupakan permasalahan
sejenak. Setelah pikiran cukup jernih, saya kembali berpikir dan memutuskan
untuk tetap pergi ke Medan tapi dengan penerbangan baru besok harinya.
Pengalaman kedua adalah apa yang saya alami
hari ini. Dengan jadwal penerbangan dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Palangka
Raya pada jam 8 malam, berarti saya sudah harus berangkat dari Bandung menuju
Jakarta pada jam 2 siang. Sialnya, kegiatan yang saya ikuti di Bandung sedianya
berakhir pada jam 12, tapi molor dan baru selesai pada jam 2 siang. Belum lagi
travel yang saya hubungi sehari sebelumnya menelepon saya kembali dan
menyatakan kalau dia tidak bisa mengantarkan saya menuju Jakarta pada siang
hari itu, begitu pula rekannya sesama sopir travel. Saya langsung bergegas
menuju kantor jasa angkutan umum Cipaganti di Bandung setelah kegiatan selesai
dan memesan seat menuju Jakarta. Dan lebih sialnya lagi, saya kebagian jadwal
keberangkatan Cipaganti pada jam 4 sore. Secara rasional penerbangan saya pada
jam 8 malam tidak akan mungkin terkejar. Akhirnya saya pasrah dan tetap menuju
Jakarta. Yang saya lakukan saat itu hanyalah berdoa supaya penerbangan menuju
Palangka Raya ditunda hingga lebih dari 2 jam. Apa yang saya takutkan pun
terjadi. Saya tiba di Bandara Soekarno-Hatta pada jam 9 malam, dan setelah saya
tanyakan dengan petugas L*on Air ternyata pesawat yang harusnya saya tumpangi
menuju Palangka Raya malam ini berangkat tepat waktu. Mungkin doa yang saya
rapalkan sendiri kalah dengan doa banyak penumpang lain yang berharap tidak
terjadi penundaan penerbangan.
Tentu perasaan kalut, gelisah,
pusing, dan bingung akan bercampur menjadi satu ketika mengalami ketertinggalan
pesawat. Namun percayalah, mengutuki nasib tidak akan menyelesaikan masalah. Menerima
kenyataan bahwa kita memang ketinggalan pesawat akan lebih membantu menenangkan
pikiran. Jernihkan pikiran dan cari solusi alternatif. Membeli tiket baru dari
calo justru bisa menimbulkan masalah baru, karena tiket dari calo biasanya
memiliki nama yang berbeda dengan nama kita yang tertera di KTP, sehingga ini
akan membuat tiket tersebut tidak berlaku dan uang kita menghilang. Hubungi
petugas maskapai yang resmi dan tanyakan apakah ada solusi alternatif,
penerbangan dengan jarak waktu terdekat dan harga yang rasional. Menunda
penerbangan dengan alasan tertentu lebih masuk akal dibanding memaksa keadaan
agar tetap bisa terbang secepat mungkin. Menghubungi banyak rekan untuk mencari
solusi atau sekedar curhat juga tidak menyelesaikan masalah, malah
kadang-kadang bisa membuat kita lebih pusing. Cari dan hubungi satu orang rekan
yang kita anggap memang benar-benar mampu membantu kita mencari solusi terbaik,
bukan yang justru ikut-ikutan menjadi heboh karena kita ketinggalan pesawat.
Satu hal yang penting adalah tetap
ikhlas dan meyakini bahwa di balik semua itu pasti ada hikmahnya. Saya berpikir
menyalahkan teman yang membelikan tiket pesawat saya menuju Medan tidak akan
menyelesaikan masalah, serta mengutuki panitia kegiatan di Bandung yang
menyebabkan molornya waktu pelatihan tidak akan memperbaiki keadaan. Justru
kadang-kadang akan ada pengalaman menarik ketika kita bisa enjoy dan tetap
optimis di tengah kekacauan seperti ini. Saya bisa berkunjung ke Batam karena
saya ketinggalan pesawat menuju Medan, karena tiket baru yang saya beli
merupakan perjalanan dari Jakarta menuju Medan dengan terlebih dahulu transit
di Batam. Ini yang saya bilang sebagai pengalaman menarik yang tak terduga di
balik peristiwa yang sempat pahit dan menjengkelkan.
Dengarkan kembali lagu Bondan Prakoso
yang berjudul Ya Sudahlah. Ketika semua keinginan tidak bisa tercapai, Ya
Sudahlah. Ketika keadaan justru tidak memihak kita, Ya Sudahlah. Mengutuki
nasib dan keadaan tidak akan menyelesaikan masalah. Menerima dengan pasrah akan
membuat hati lebih damai dan pikiran lebih jernih. Cari solusi alternatif yang
terbaik. Dan ketinggalan pesawat??? Ya Sudahlah…
11
Juni 2014.
Di
tengah keramaian malam yang tak pernah tidur, Bandara Soekarno-Hatta
Ahmad
Rafuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar