Senin, 11 November 2013

Perjalanan Untuk Menyayangi Keberagaman


Interfaith Youth Pilgrimage (IYP) secara harfiah berarti ziarah para pemuda antar agama. Dengan tema 10 hari perjalanan penuh makna, IYP mengambil latar tempat di Yogyakarta, Surakarta, Salatiga, dan Magelang. Aku merupakan salah satu peserta IYP yang dilaksanakan oleh pemenang AEIF 2013, sebuah kompetisi social project yang diselenggarakan dan didanai oleh Kedutaan Besar Amerika Serikat, bekerja sama dengan ICRS (International Consortium for Religious Studies) Universitas Gadjah Mada (UGM) dan berbagai pihak lainnya. Total ada 28 pemuda dari berbagai daerah di Indonesia yang menjadi peserta IYP setelah melalui tahapan seleksi dari 129 pendaftar.


Aku tiba di Yogyakarta pada siang hari setelah perjalanan dari Palangka Raya dan sempat transit di Jakarta. Aku bertemu dengan 5 peserta lain di bandara beberapa saat setelah kedatanganku, 4 orang dari Ambon dan 1 orang dari Poso. Firman, Hadjar, Tirta, dan Vino adalah peserta asal Ambon, sedangkan Geraldi berasal dari Poso. Kami masih harus menunggu kedatangan beberapa peserta lain pada waktu yang tidak berjauhan dengan kedatangan kami. Pada jam 3 lewat 10 menit kami akhirnya meninggalkan bandara Adisutjipto menggunakan bis bersama 2 orang panitia, mbak Handa dan mbak Yani, dan tambahan 4 orang peserta lainnya, Sari dari Palangka Raya, Robert dari Medan, Era dari Padang, dan Tere dari Banda Aceh.

Tiba di guest house UGM kami disambut dengan ramah oleh panitia lainnya, termasuk team leader IYP, Bu Elis. Kami langsung disuguhi pre assessment yang bertujuan mengetahui konsep awal dari pemikiran kami terhadap realita kehidupan beragama di Indonesia, dan lingkungan kami secara khusus. Hal ini hampir mirip dengan apa yang pernah kulakukan ketika berpartisipasi dalam program SUSI Religious Pluralism (RPA), sehingga aku tidak mengalami kesulitan berarti ketika mengisi pre assessment tersebut, selain memang untuk mengisi pre assessment tidak perlu dengan berpikir keras sebab pre assessment itu hanya ingin mengukur cara pandang kita (atau sikap kita) terhadap perbedaan.

Setelah selesai mengisi pre assessment dan makan siang -yang waktunya sudah hampir sore XD- sambil menunggu kedatangan peserta lainnya kami ngobrol-ngobrol sebentar tentang hal-hal yang ringan. Setelah hampir sore, kami mulai sesi perkenalan singkat antar peserta dan panitia. Aku yakin ini adalah awal pertemuan dari pemuda-pemuda hebat Indonesia yang akan menjadi main actor dalam memajukan bangsa Indonesia di masa depan.

Kunjungan ke Keraton Yogyakarta

Setelah selesai perkenalan dan mendapatkan jatah kamar nomor 2 -satu kamar dengan Agus Sutrisno dan Rudianto- aku dan seluruh peserta IYP yang laki-laki -peserta perempuan berbeda home stay- mulai bersiap-siap untuk acara Welcoming Dinner di Keraton Yogyakarta. Sebelumnya kami sudah diberitahu bahwa Sri Sultan Hamengkubuwono X yang sedianya dijadwalkan membuka acara tersebut batal hadir karena satu dan lain hal. Tentu saja hal itu membuat sebagian besar dari kami merasa kecewa karena tidak jadi bertemu dengan orang nomor satu di Yogyakarta. Kekecewaanku semakin bertambah ketika aku sadar bahwa aku tidak membawa sepatu yang bisa dipakai untuk kuliah ataupun menghadiri kegiatan formal atau semi formal. Beruntung salah satu panitia bersedia mengantarkanku ke pusat perbelanjaan terdekat. Dengan waktu yang sangat singkat, 30 menit, aku berhasil membeli sepasang sepatu baru di pusat perbelanjaan Mirota di Yogyakarta. Tentu saja tanpa pilih-pilih, begitu melihat ada sepatu yang cukup bagus dan kurasa sesuai dengan ukuran kakiku -selain memang aku kurang begitu suka berlama-lama memilih suatu barang-, langsung kuambil dan bawa ke kasir.
Peserta IYP berfoto bersama di Bale Restaurant
Singkat kata, pukul 6.15 sore aku dan semua peserta IYP sudah siap untuk berangkat ke Keraton Yogyakarta. Kami tiba di keraton Yogyakarta dan langsung singgah di Bale Restaurant untuk acara Welcoming Dinner. Acara tersebut dibuka oleh Sekretaris 1 Daerah yang menggantikan Sri Sultan. Acara dilanjutkan dengan sesi makan malam. Makanan pembuka pada malam itu adalah wedang jahe dan sup tomat. Aku cukup menyukai wedang jahe namun tidak untuk sup tomat. Kemudian makanan inti terdiri dari beberapa macam menu yang tidak bisa kuhafal satu per satu. Namun intinya, aku tidak bisa menghabiskan semua menu tersebut karena perbedaan cita rasa di lidah. Biasa, lidah mahasiswa yang akrab dengan Indomie cukup kesulitan saat bertemu dengan masakan kelas restoran XD. Hal ini menjadi bahan guyonan utamaku dengan Firman, sesama pencinta Indomie. Indomie itu adalah pemersatu bangsa, identik dengan penyokong utama kehidupan sebagian besar mahasiswa Indonesia. Bahkan yang paling parah saat kami bercanda kalau sesungguhnya program IYP yang kami ikuti ini bukan Interfaith Youth Pilgrimage, tapi Indomie Youth Pilgrimage XD -semoga panitia IYP tidak ada yang membaca tulisan ini, karena akan mengancam eksistensi beberapa orang dari kami, Fraksi Mahasiswa Pencinta Indomie-.
Makanan Inti pada Welcoming Dinner di Bale Restaurant
Setelah selesai menyantap makanan inti, kami disuguhi makanan penutup berupa puding cocoa yang rasanya gue banget. Kami pun dihibur dengan penampilan tarian lokal. Tarian lokal tersebut diiringi oleh musik tradisional serta suara hujan yang sangat deras yang mengguyur Yogyakarta sedari acara Welcoming Dinner baru dimulai.

Di acara Welcoming Dinner tersebut aku bertemu dengan Anwari Nur Muttaqin, salah seorang alumni SUSI Global Environment (GE) 2012 di Amerika Serikat. Kami mengobrol banyak hal mulai dari kehidupan di Amerika, isi pembelajaran dari SUSI GE maupun RPA, host family selama disana, dan banyak hal lainnya. Kami mengobrol sejak bertemu di Bale Restaurant sampai pulang ke guest house di UGM. Kebetulan Anwari juga akan menginap pada malam itu di guest house.

Tepat pada jam 10.30 malam, aku sudah mulai merasa ngantuk berat. Mata serasa sulit untuk dibuka lagi. Akhirnya aku pergi ke kamar dan rebahan. Di tengah proses untuk tidur, tiba-tiba datang seseorang yang tidak lain adalah peserta IYP terakhir yang berasal dari Makassar, Rudianto, yang kebetulan juga calon penghuni kamarku. Aku sempat bertanya beberapa hal dengannya terkait dengan latar belakang dirinya dan alasan kenapa dia sampai datang larut malam. Namun karena aku sudah dalam kondisi ngantuk berat, aku tidak bisa mencerna dengan baik jawabannya bahkan hingga akhirnya aku tertidur tanpa sempat mendengarkan ceritanya sampai selesai.

...Bersambung...

10 November 2013

Tidak ada komentar: