Catatan Pinggiran Mahasiswa Akhir Yang Mencari Arah Tujuan
Foto
di atas menggambarkan suasana wisuda ke-XXI STAIN Palangka Raya
beberapa hari yang lalu. Suka cita menyelimuti orang-orang yang pada hari itu
resmi menyandang status alumni perguruan tinggi. Tak ketinggalan kerabat turut
senang atas pencapaian itu. Inilah ceremony yang terulang setiap
tahunnya. Disambut dengan penuh keriangan seakan perjuangan telah usai. Padahal
tidak! Justru ini adalah awal bagi kawan-kawan (atau kita semua) dalam menapak
jejak baru menelusuri jalan kehidupan. Wisuda adalah awal perjuangan. Awal perjuangan
untuk meneruskan pendidikan. Awal perjuangan untuk mencari pekerjaan. Atau awal
perjuangan menuju kehidupan yang diimpikan. Wisuda bukanlah akhir perjuangan!
Setiap
tahunnya, jutaan orang diwisuda. Dari jumlah itu, ratusan ribu calon potensial
pengangguran dilepas oleh perguruan tinggi tempatnya belajar. Selama ini kita
selalu terjebak pada sesuatu yang sifatnya ceremonial. Ya ceremonial.
Tiga
tahun yang lalu, keinginan saya untuk kuliah pernah ditentang oleh orang tua. Dengan
alasan banyak sarjana yang akhirnya juga menjadi pengangguran. Darah Banjar
yang mengalir seakan menanamkan mind-set berdagang adalah yang utama. Bahkan
sedari kecil kami sudah diajari cara-cara berdagang. Menghabiskan waktu
bertahun-tahun untuk kuliah tidak lebih penting daripada membangun sebuah usaha.
Ini adalah mind-set yang coba ditanamkan kepada kami, beranjak dari sikap
pesimistis melihat realita banyaknya sarjana yang menjadi pengangguran.
Semakin
berkembangnya zaman, tuntutan pun semakin bertambah. Pasar kerja semakin
menaikkan standar bagi calon pekerja. Sementara perkembangan lapangan pekerjaan
di Indonesia tidak terlalu besar. Akibatnya persaingan dalam mencari pekerjaan
semakin ketat. Namun hal ini tidak diimbangi dengan sikap mahasiswa yang seakan
menafikan bahwa mereka adalah calon potensial pengangguran. Proses panjang
perkuliahan tidak dimanfaatkan dengan mengembangkan kreatifitas dan pengalaman
oleh mahasiswa itu sendiri. Lamanya waktu kuliah justru dihabiskan hanya dengan
berleha-leha. Sehingga setelah diwisuda mereka tidak memiliki banyak
skill-skill di luar apa yang pernah ia pelajari di bangku kuliah. Ya, hanya di
bangku kuliah. Di samping memang kurikulum pendidikan di Indonesia juga tidak
mengakomodir hal ini.
Dari
awal masuk perguruan tinggi saya sudah menargetkan dua hal. Yang pertama, saya
tidak ingin mencari pekerjaan tapi justru pekerjaan lah yang harus mencari
saya. Tentu hal ini harus dibarengi dengan kualitas diri. Saya paham betul hal
ini. Oleh sebab itu, saya selalu berusaha mengembangkan kualitas diri saya. Saya
selalu mengatakan bahwa saya belumlah menjadi siapa-siapa namun suatu saat
nanti saya harus menjadi siapa-siapa. Dan ini perlu perjuangan keras. Orang yang
sukses itu sedikit, oleh sebab itu saya harus menjadi yang sedikit itu dan
mengikuti jalannya. Sebagai contoh, jika kebanyakan orang memiliki waktu
istirahat sebanyak 8 jam, maka saya hanya boleh memiliki waktu istirahat tidak
lebih dari 5 jam. Ini adalah konsekuensi dan harga yang harus dibayar.
Baca juga standar atau spesial ?
Yang
kedua, saya ingin menjadi seseorang yang mampu membuka lapangan pekerjaan bagi
banyak orang. Tentu ini bukan perkara mudah. Perlu perjuangan ekstra keras
untuk mewujudkannya. Namun semangat ingin membantu orang lain selalu saya coba
untuk tanamkan di dalam benak. Dan tampaknya, jalan yang harus saya tempuh adalah
dengan membuka usaha.
Dari
dua keinginan di atas, setidaknya ada beberapa aspek yang harus diasah selama
masa kuliah. Kuliah bukan hanya duduk manis di kelas dan mendengarkan dosen
berbicara, tapi kuliah adalah waktunya bereksperimen. Kuliah adalah waktu untuk
mengasah minat dan bakat. Oleh sebab itu, jangan pernah menyia-nyiakan waktu
kuliah hanya dengan menjadi mahasiswa kupu-kupu. Kuliah pulang kuliah pulang. Dan
dewasa ini sudah banyak mahasiswa yang sadar akan hal itu. Aspek pertama yang
harus dikembangkan adalah leadership skill dan kemampuan berkomunikasi. Leadership
skill dan kemampuan berkomunikasi dapat diperoleh melalui keaktifan mengikuti
berbagai organisasi maupun kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang bermanfaat. Aspek
selanjutnya adalah memperluas relasi. Relasi sangat diperlukan untuk memperoleh
informasi dan kesempatan sebanyak-banyaknya. Selain itu, pengalaman tidak kalah
penting dalam menunjang kesiapan mahasiswa dalam bersaing dengan orang lain,
terlebih bagi setiap orang yang juga memiliki mimpi yang sama dengan dua mimpi
saya di atas. Pengalaman adalah guru yang berharga. Pengalaman tidak cukup
diperoleh hanya melalui bangku kuliah, tapi juga melalui organisasi dan
keterlibatan dalam suatu kegiatan yang bermanfaat.
Dan
aspek terakhir adalah jiwa entrepreneurship. Pada saat ini, setidaknya ada tiga
komoditas utama yang salah satunya harus dikuasai agar memiliki kualitas yang
dapat bersaing bukan hanya dalam skala nasional, bahkan internasional. Komoditas
tersebut yakni ekonomi, politik, dan hukum. Seseorang yang menguasai salah satu
dari ketiga hal tersebut dapat dipastikan akan diperhitungkan oleh dunia. Masa perkuliahan
dapat dimanfaatkan dengan mengembangkan jiwa entrepreneurship, sehingga pada
saat kelulusan kita tidak lagi kebingungan mencari pekerjaan dengan menunggu
adanya lowongan untuk menjadi CPNS. PNS bukanlah satu-satunya peraduan terakhir
para sarjana. Dengan kemampuan entrepreneurship yang mumpuni kita dapat
menciptakan lapangan pekerjaan sendiri, bukan hanya bagi kita saja, bahkan bagi
orang lain di sekeliling kita.
So,
tinggal kita yang memutuskan, ingin ikut arus menjadi sarjana potensial
pengangguran atau menciptakan standar sendiri bagi kita agar mempunyai arah
yang jelas setelah lulus kuliah nanti. Tentu mimpi yang besar harus diraih dengan
perjuangan yang besar pula.
Saya ingin mengucapkan selamat dan sukses kepada kawan-kawan saya yang tahun ini diswisuda. Semoga bermanfaat bagi sesama dan semoga bisa terus memperjuangkan apa yang dicita-citakan.
2 komentar:
mantep isinya bro, kurang gambar aja :p
haha, oke oke. Entah knapa lgi kekurangan bahan gambar saat ini XD
Posting Komentar